Kamis, 30 Desember 2010

PUISI BANJAR GENRE LAMA BERCORAK MADIHIN

Judul Buku : Puisi Banjar Genre Lama Bercorak Madihin
Pengarang : Tajuddin Noor Ganie, M.Pd
Penerbit : Rumah Pustaka Folklor Banjar
Tahun : 2010

Madihin berasal dari kata madah artinya syair-syair yang dinyanyikan. Istilah madah dalam khasanah puisi Indonesia lama merujuk kepada sejenis puisi yang penuturannya dilakukan dengan cara dinyanyikan.
Berdasarkan fakta historis ini, Madihin dapat saja diartikan sebagai pengembangan lebih lanjut dari syair.
Selain itu, masih ada 2 pendapat lain tentang asal-usul kata Madihin, yakni (1) Madah dalam bahasa Arab artinya kata-kata yang berisi pujian (puisi pujian), dan (2) Padah dalam bahasa Banjar yang sudah mengalami pergeseran konsonan menjadi papadah (nasihat), mamadahi (menasihati), papadah mamadihi (nasihat yang pedih, artinya nasihat keras atau kritik pedas yang membuat hati pedih), dan akhirnya madihin artinya kata-kata yang berisi nasihat (puisi nasihat).
Definisi Madihin menurut versi Tajuddin Noor Ganie, M. Pd (TNG) adalah puisi rakyat bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi khusus yang berlaku dalam khasanah folklor Banjar.
Tradisi penuturan syair Madihin (bahasa Banjar, bamadihinan) di kalangan etnis Banjar diperkirakan sudah ada sejak masuknya agama Islam ke wilayah Kerajaan Banjar pada tahun 1526.
Menurut pendapat sebagian orang, Madihin berasal dari Kampung Tawia, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Para seniman penutur syair Madihin (bahasa Banjar, pamadihinan) yang terkemuka di Kalsel pada umumnya berasal dari Kampung Tawia ini.
Salah seorang di antaranya adalah Dullah Nyangnyang yang di kemudian hari pindah bermukim ke kota Paringin, ibukota Kabupaten Balangan sekarang ini (Thaha, 1996:6, dalam Tabloid Wanyi Banjarmasin).
Mat Nyarang almarhum (lahir di Alabio, HSU, 1930 dan meninggal dunia di Sungai Tabuk, Banjar, 21 Mei 2009), yang semasa hidupnya pernah menjadi pamadihinan paling mumpuni di Kalsel mengaku pernah berguru ke Kampung Tawia ini (Aliansyah, 2003:9, dalam Tabloid Serambi Ummah Banjarmasin).
Paparan informasi lebih lengkap tentang Madihin bisa dibaca lebih lanjut dalam buku karangan TNG. Buku ini sendiri berasal dari bahan kuliah Sastra Banjar yang diberikan oleh TNG kepada para mahasiswanya di PBSID STKIP PGRI Banjarmasin sejak tahun 1997 yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar