Kamis, 30 Desember 2010

PUISI BANJAR GENRE LAMA BERCORAK MANTRA

Judul Buku : Puisi Banjar Genre Lama Bercorak Mantra
Pengarang : Tajuddin Noor Ganie, M.Pd
Penerbit : Rumah Pustaka Folklor Banjar
Tahun : 2010

Menurut pengertian yang sederhana mantra Banjar adalah mantra berbahasa Banjar. Etnis Banjar di Kalsel menyebutnya bacaan atau kata. Tajuddin Noor Ganie, M.Pd (TNG) mendefinisikan mantra Banjar sebagai puisi rakyat anonim bertipe magis yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar seutuhnya atau bercampur dengan bahasa lainnya yang dibuat untuk tujuan-tujuan fungsional yang bersifat magis (supranatural).
Pemasukan mantra Banjar ke dalam kelompok puisi rakyat bertipe magis menurut TNG didasarkan pada 2 ciri, yakni (1) Tipografi visualnya merujuk kepada bentuk fisik puisi pada umumnya, yakni identik dengan gaya bahasa perulangan (repetisi), dan (2) Fungsi sosialnya merujuk kepada sistem kepercayaan rakyat yang bersifat supertitious (noon agama samawi), yakni sebagai sarana untuk menambah kekuatan supranatural bagi para pelisannya.
Di kalangan etnis Banjar di Kalsel, mantra Banjar tidak boleh dilisankan pada sembarang waktu, tempat dan kesempatan. Pelisanan mantra Banjar normatif yang dilakukan secara sembarangan tanpa mengindahkan prosedur yang disyaratkan akan membuatnya menjadi ruah (tidak bertuah lagi).
Berkaitan dengan itu, teks mantra Banjar biasanya diperlakukan sebagai pusaka yang sangat dirahasiakan oleh para pemiliknya (pewarisnya). Pemilikan (pewarisannya) selalu dilakukan dengan pendekatan nepotisme, hanya anggota terdekat saja yang diperkenankan untuk memilikinya (mewarisinya).
Kekuatan magis atau tuah dalam sebuah mantra Banjar konon berasal dari getaran energi bunyi vokal atau konsonan yang disusun sedemikian rupa sehingga saling bersajak satu sama lainnya. Pola larik mantra Banjar merujuk kepada 3 pola, yakni : sajak awal, sajak dalam, dan sajak akhir.
Demi memenuhi kriteria sajak awal, sajak dalam, dan sajak akhir ini, para anonim pada zaman dahulu kala tidak jarang juga memasukan kosa-kata asing (Arab, Sanksekerta, dll dst) atau bahkan kosa-kata nonsen yang tidak ada rujukannya dalam kamus bahasa manapun juga.
Pemilihan atau pemasukan kosa-kata dalam mantra Banjar tidak didasarkan pada kepentingan pemaknaan tetapi lebih didasarkan pada kepentingan untuk menciptakan gaya bahasa perulangan (repitisi) sebagai sarana untuk membuat getaran energi magis yang dapat menambah kekuatan supranatural para pelisannya.
Paparan informasi lebih lengkap tentang Mantra Banjar bisa dibaca lebih lanjut dalam buku karangan TNG. Buku ini sendiri berasal dari bahan kuliah Sastra Banjar yang diberikan oleh TNG kepada para mahasiswanya di PBSID STKIP PGRI Banjarmasin sejak tahun 1997 yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar